Musibah sebagai mencana merupakan cobaan atau ujian atas keimanan dan kesabaran manusia. Mungkin selama ini kita memandang bahwa cobaan itu hanya perpusat pada kematian, kemiskinan, kekayaan dan hal-hal besar yang menghalangi langkah kita menuju puncak kebahagiaan yang sesungguhnya. Namun sesungguhnya, apapun kejadian disekitar kita itu, merupakan bagian dari skenario besar, yang akan dipersembahkan kepada kita. Sebagai sebuah uji coba terhadap pembentukan kepribadian, mental dan spiritual. Menuju kaulitas diri seutuhnya. Dan tentang ujian, Ujian adalah Sunnatullah. Sesungguhnya ujian (ibtila’) adalah Sunnatullah fil Hayah (dalam kehidupan). Adalah mustahil hidup di dunia tanpa ujian. Begitu pastinya ujian, maka dalam ayat di atas sampai perlu dihadirkan 2 (dua) huruf at-Taukid (kata penegas); yaitu al Laam dan Nun at Taukid pada lafazh “Wa lanabluwannakum” (Dan sungguh pasti Kami akan menguji kalian). Bahkan redaksinya pun dengan menggunakan Fi’il Mudhari’ yang berarti berkesinambungan. Apa bentuk ujiannya? Dengan sedikit ketakutan dan kelaparan. Jauh lebih ringan dari cobaan dan musibah yang Allah berikan kepada umat-umat terdahulu sebagaimana firman Allah,
“... karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat” (QS An Nahl [16]: 112).
Ujian adalah tuntutan keimanan, Karena itulah manusia-manusia pilihan Allah, para nabi dan rasul juga diuji. Nabi Ibrahim as diuji untuk menyembelih putranya. Nabi Ayub as diuji dengan penyakit selama bertahun-tahun. Termasuk Rasulullah saw juga menghadapi begitu banyak ujian dan cobaan. Ujian adalah cara Allah untuk menggembleng dan meningkatkan derajat para hamba-Nya. Nabi saw bersabda,
“Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, maka Dia akan mengujinya.”
Karenanya, ujian sesungguhnya merupakan kebaikan bagi seorang mukmin. Sebab, dengan ujian dan musibah itu menjadikannya selalu bersandar kepada Allah, mendekat dan ta’at kepada-Nya serta meninggalkan semua bentuk kemaksiatan. Rasulullah pernah bersabda,
“Besarnya ganjaran pahala sesungguhnya berasal dari besarnya petaka/musibah yang menimpa. Dan apabila Allah mencintai suatu kaum maka Ia akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridha, maka Allah pun ridha padanya, dan barangsiapa yang murka karenanya, maka Allah pun murka padanya.”
Imam Al Qurthubi ketika menafsirkan firman Allah tersebut mengatakan bahwa Kami mencegah mengirimkan tanda-tanda kekuasaan Allah yang mereka usulkan tidak lain karena toh akan mereka dustakan juga sehingga akan dimusnahkan seperti umat-umat sebelum mereka. Maka Allah mengakhirkan adzab dari orang-orang kafir Quraisy karena dia tahu bahwa di antara mereka ada yang beriman dan di antara mereka akan ada orang yang dilahirkan sebagai mukmin. Sesungguhnya mereka menghendaki agar Allah mengubah bukit Shafa menjadi emas. Maka turunlah Jibril dan berbicara kepada Rasulullah :
“Jika engkau mau permintaan kaummu akan dipenuhi tetapi jika mereka tetap kufur, mereka tak diberi tempo lagi. Dan jika engkau mau akan aku lambatkan (siksa) buat mereka.” Maka Nabi menjawab: “Tidak, lambatkan saja adzab buat mereka”. Melalui musibah, seorang mukmin yang benar dapat dibedakan dari mukmin yang palsu dan menipu, sebagaimana firman-Nya: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al-Ankabut: 2-3).
Yah..tak dapat yang mengira dan di pungkiri musibah akan datang slh berganti tetapi memang sudah di gariskan Allah dan takkan mungkin kita menghindarinya. Tidak samar bagi setiap orang, bahwasanya dalam kehidupan dunia ini tidak lepas dari ujian dan cobaan, serta musibah yang menimpa kita. Setiap mukmin pasti akan menghadapi berbagai macam ujian, karena Allah ta’ala tidak akan membiarkan begitu saja orang yang mengaku dirinya beriman tanpa adanya ujian. Allah Ta’ala berfirman dalam surat al-Ankabut:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. al-Ankabut: 2-3)
1 (satu) bulan yang lalu untukku di beri peringatan atas semua kelalaian dan dosaku dengan cara kecelakaan lalu lintas yang hampir merenggut nyawaku.. 1 (satu) tahun yang lalu kakak tunggalku memejamkan mata untuk selamanya dengan suatu penyakit yang di deritanya..hal yang sangat menyesakan bagi keluargaku meski begitu kita sebagai insan yang berlumur dosa harus ikhlas menjalani cobaan yang telah di amanatkan olehNya karena dengan begitu di harapkan mampu mempelajari kembali tentang perbuatan tercela apalagi yang telah kita perbuat dan hikmah apa yang aksn kita rasakan dengan kejadian tersebut. Namun apa pun ujian dan cobaan yang menimpa kita, maka itulah yang terbaik, apabila kita bersyukur terhadap nikmat-Nya dan bersabar atas cobaan-Nya. Dan hendaknya kita yakin akan takdir Allah, baik dan buruknya. Karena ini merupakan hal yang penting sekali bagi seseorang yang ditimpa musibah. Ketika dia yakin, insya Allah musibah itu akan terasa ringan bagi kita. Oleh karena itu, kita harus yakin sesungguhnya segala cobaan dan musibah yang menimpa kita tidak lepas dari takdir Allah. Ya, kita semua berada dalam ruang ujian yang besar, ujian dalam kehidupan dunia. Semua yang ada padanya adalah ujian dan cobaan. Harta, anak dan istri, kekayaan dan kemiskinan serta kesehatan dan penyakit adalah ujian, dan kita akan diuji pada setiap apa yang kita miliki.
Allah ta’ala berfirman :
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Pelajaran dari musibah yang menimpa kita: Dalam musibah ada pelajaran tauhid, keimanan dan tawakal. Bukankah kita jadi mengetahui bahwa kita adalah hamba yang lemah dan tidak memiliki daya atau upaya. Dengan adanya musibah kita menjadi tahu akan hakekat dunia dan berbagai macam tipu daya yang ada di dalamnya. Karena kehidupan yang sempurna hanya ada di akhirat. Musibah mengingatkan kita akan karunia dan nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada kita, dalam bentuk kesehatan. Dengan adanya musibah ini merupakan penjelasan yang gamblang dan sangat jelas sekali akan makna nikmatnya sehat, dimana kita merasakan sehat selama bertahun-tahun, tapi kita lalai akan hal itu, tatkala dengan tiba-tiba nikmat sehat itu hilang kita baru sadar akan nikmatnya sehat. Musibah merupakan peringatan bagi kita, supaya kita tidak terlalu gembira yang berlebihan dan tidak mudah berputus asa. Musibah dapat mengingatkan aib diri kita, agar kita dapat bertaubat dari dosa-dosa. Musibah bisa melatih kesabaran. Bukankah kita butuh kesabaran dalam segala hal? Kita tidak akan dapat teguh di atas al-haq kecuali dengan bersabar dalam mentaati Allah, kita tidak akan dapat menjauhi kebatilan kecuali dengan cara sabar untuk tidak bermaksiat kepada Allah. Alangkah indahnya kesabaran itu, dan kesabaran adalah bekal yang dapat mengantarkan ke surga yang penuh dengan keabadian. Allah ta’ala berfirman:
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar. (QS. Fushshilat: 35)
Mereka yang sedang mendapat musibah adalah orang yang di cintai Allah, seperti yang telah di katakan oleh HR. Bukhari “Barangsiapa yang di kehendaki Allah dengan kebaikan maka dilimpahkan ujian padanya”
“Sesunggunya Allah Azza Wajalla bila mencintai suatu kaum Allah akan menguji mereka. Barangsiapa bersabar maka baginya bermanfaat kesabarannya dan barangsiapa benci maka Allahpun membencinya”(HR. Tirmidzi)
Dan kita yang terkena musibah telah dibukakan pintu kebaikan. Kita sadar akan kebesaran Allah, yang terkadang dilupakan hambaNya. Dan siapa yang peduli dan membantu orang yang terkena musibah, maka merekalah orang-orang yan dipilih oleh Allah. Dengan memberikan musibah Allah memberikan kebaikan yang banyak.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu mencintai (menyukai) sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”(QS Al Baqarah : 216),
Marilah kita memasuki pintu kebaikan yang disayembarakan oleh Allah. Buktikan kita adalah orang muslim yang bersaudara. Buktikan keimanan kita dihadapan Allah SWT.
“Kamu tidak akan sampai kepada kebaikan sehingga kamu menginfaqan dari apa-apa yang kamu cintai”(QS Ali Imran :92)
Dan akhirnya, mudah-mudahan kita dapat memperoleh pahala dari musibah yang ada, dimana tak ada jalan untuk memperoleh pahala kecuali dengan kesabaran dan tak ada kesabaran kecuali dengan keinginan yang tulus dan penuh keyakinan.dan semoga setiap kejadian yang kita alami menjadikan kita makhluk yang selalu sabar karena Bagi orang yang sabar saat diuji, maka Allah memujinya dan melimpahkan kepadanya pahala yang besar,
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”, begitulah Allah sampaikan dalam ayat di atas. Bagi yang tidak sabar, berarti tidak pantas mendapatkan berita gembira dari Rabbul ‘Aalamin. Sebab, ia sama saja tidak beriman kepada Qadha dan Qadar Allah. Rasulullah saw bersabda,
“Sungguh amat menakjubkan urusan orang yang beriman, karena semua urusannya adalah kebaikan semata, dan tak seorang pun yang memiliki hal itu selain orang beriman. Apabila ia memperoleh kegembiraan (nikmat), lalu ia bersyukur, maka itu kebaikan baginya. Dan apabila ia tertimpa keburukan/bencana, lalu ia bersabar, maka itu pun kebaikan baginya.”
Kiranya setiap perbuatan akan menjadikan kita manusia yang selalu bercermin atas segalanya. Baik tatkala Allah memberikan kenikmatan ataupun cobaan. Semoga kita termasuk kedalam orang-orang yang selalu bersyukur atas kehendakNya. Amin Ya Rabbal Alamin.
الحقيروالذليل